Page 14 - velodrome
P. 14
Naming Right tersebut merupakan suatu cara untuk mendapatkan
pendapatan dari non-operasional dengan memberikan nama tambahan kepada
suatu perusahaan atau lembaga kepada perusahaan yang membutuhkan
pendapatan. Contohnya sudah banyak dilakukan di berbagai negara seperti
Jepang, Malaysia, dan Singapore. Indonesia sendiri dalam “Naming Right”
hanya diberlakukan kepada stasiun-stasiun moda raya terpadu (MRT) seperti
Stasiun BNI Duku Atas BNI. Pihak MRT dari pemberian nama “BNI” tersebut
pada setiap bulannya akan mendapatkan pendapatan non-operasional. Tentunya
jika hal ini dilakukan pada Velodrome juga akan memiliki dampak yang sama,
yaitu memperoleh pendapatan dari non-operasional dan mengurangi beban
pembiayaan dalam pengelolaan fasilitas bahkan walaupun di gratiskan nantinya
tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
SUSTAINABILITY JIV SETELAH DISERAHKAN PADA DISPORA
DKI JAKARTA
Keberlanjutan (Sustainability) JIV ke depan tergantung pada masalah
keuangan dalam hal ini adalah pembiayaan beban operasional velodrome
sendiri. Tentu terdapat perbedaan tujuan antara Jakpro (pengelolaa velodrome
saat ini) dengan Dinas Olahraga dan Kepemudaan (Dispora) nantinya. Seperti
yang ketahui pembiayaan yang digunakan dalam membangun velodrome,
berasal dari Penyertaan Modal Pemerintah (PMD) dengan alasan bahwa jarak
waktu yang relatif sangat dekat dengan batas paling lambat (deadline) dari
velodrome tersebut. Waktu yang dimaksud, memiliki tenggat waktu sebesar 21
bulan.
Mekanisme pembayaran menggunakan PMD dapat dengan relatif baik
dijelaskan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bukan DISPORA. Prinsip
kerja dari DISPORA adalah hal-hal yang bersifat teknis dari sisi pembangunan,
salah satunya menerima barang-barang (material) yang sesuai dengan standar
internasional. Velodrome yang dibangun di Indonesia, diduga adalah velodrome
terbaik di benua Asia.
Hingga saat ini, proses serah-terima masih berlangsung. Pihak Pemprov
DKI Jakarta, masih mencari upaya agar penyertaan modal ke BUMD tidak
STUDI KASUS JAKARTA INTENATIONAL VELADROME 12